Sunday, September 22, 2013

"apa yang tidak kamu suka dari Indonesia?"

Saat itu adalah hari Chuseok, hari libur nasional orang Korea. Karena hari libur nasional otomatis restoran asrama kampusku tutup karena semua juru masak sedang libur, sehingga kami para mahasiswa international diberi kupon makan gratis di restoran di samping kampus sebagai kompensasi. 
Sambil menunggu pesananku datang aku berbincang-bincang dengan teman semejaku, salah satunya teman Indonesia, beberapa menit kemudian datang seorang pramuniaga cantik mengantarkan pesanan ke meja kami. Tiba-tiba dia bertanya apakah aku orang Indonesia. Setelah mengetahui bahwa diriku orang Indonesia, dia langsung menyatakan bahwa dirinya pernah tinggal di Jakarta.
Aku histeris.
Dia histeris.
Perasaan bahagia langsung menghampiriku. 
Ini adalah pertama kalinya aku menjumpai orang korea yang bisa berbahasa Indonesia selama 3 minggu pertama tinggal disini.
Saat itu belum juga kusentuh makananku, aku dan dia larut dalam pembicaraan yang sangat exciting, tentunya dalam bahasa Indonesia.
Dia cantik, berambut panjang, kulitnya putih dan penampilannya sangat muda dan trendi layaknya remaja-remaja di Seoul.
Karena aku merasa tidak enak terlibat pembicaraan yang cukup lama dengan posisi yang tidak cukup nyaman, akhirnya aku menyatakan pada dia untuk melanjutkan pembicaraan setelah aku makan, toh saat itu dia juga harus membantu keluarganya (yang merupakan pemilik restoran tempat aku makan) membereskan meja-meja restoran.
Setelah aku selesai makan, kupanggil dia dan larutlah kami dalam pembicaraan yang semakin dalam, tentang bagaimana dia bisa bahasa Indonesia, sedang belajar di universitas mana, dll.
Dia bernama Sooji dan berusia 22th. Mengetahui dia lama tinggal di Indonesia, kutanyakan padanya apa yang paling dia tidak suka dari Indonesia.
aku mengira jawabannya mungkin di antara panasnya Indonesia, macetnya Jakarta, atau banjir.
Tapi jawaban dia adalah….betapa tidak nyamannya ketika dia sedang berjalan-jalan lalu tiba-tiba ada lelaki yang bersiul-siul atau memanggil dirinya. Dia bahkan bilang begini: “banjir itu nggak papa, tapi kalo aku lagi jalan itu lho, dipanggi-panggil. huh apa kamu manggi-manggil!” dengan aksen dan bahasa Indonesia yang agak lucu.
Aku sangat menyadari hal ini. Disini, aku pulang larut malam pun tak ada lelaki iseng menggoda dengan bersiul dan sebagainya. Sangat jauh berbeda ketika berada di Indonesia yang bahkan sudah berpakaian sopan dan tertutup pun masih saja digoda.
Di Korea Selatan, hal tersebut dianggap kurang ajar dan merupakan pelecehan seksual. Sang pria bisa saja dilaporkan ke polisi.
Penting bagi kita untuk merasa aman dan nyaman dimanapun kita berada terlebih lagi di negara sendiri.
Bukan bermaksud membandingkan, namun apa yang dikatakan Sooji sebenarnya cukup simpel tapi sangat masuk akal. Masalah kenyamanan ketika kita hidup di dalam sebuah society amatlah penting. Bagaimana kita bisa betah apabila berjalan di tempat yang ramai saja kita tidak merasa aman dan nyaman, apalagi jika berjalan di tempat atau jalan yang sepi. 
Dan orang-orang Indonesia khususnya laki-laki harus paham betul bagaimana mereka memperlakukan orang lain, bagaimana mereka menghargai kita sebagai perempuan, sebagai human being, sebagai pejalan kaki, dan tau bagaimana mereka menghindari melakukan sesuatu yang ternyata dapat membuat kaum hawa malu dan merasa dilecehkan. Namun sepertinya bersiul-siul atau menggoda perempuan yang sedang lewat merupakan hal yang “wajar” di Indonesia.
Bukan bermaksud seksis, tapi bukankah lelaki diharuskan melindungi kaum perempuan? bukannya membuat kita merasa takut dan tidak nyaman.

Monday, September 16, 2013

From Kreyo to Korea (part2-end)

1 September.

Pagi ini pesawat yang aku naiki akhirnya mendarat di Incheon airport. Dengan membawa tas ransel seberat 4kg dan tangan kanan menenteng tas seberat 6kg, perasaan haru bercampur tidak percaya bahwa aku telah menginjakkan kaki di Korea Selatan masih menyelimuti hatiku. Aku kemudian menaiki kereta yang akan membawa semua penumpang ke sisi lain Incheon airport. Kemudian setelah urusan imigrasi selesai, aku pun menanti pihak universitas yang akan menjemputku sambil men-charger ponsel di tempat khusus yang disediakan di dalam airport tersebut.
Setelah menunggu agak lama, akhirnya seorang pria asia yang tubuhnya menjulang tinggi menghampiri dan menanyakan apakah diriku Mariska. Akhirnya kuketahui bahwa dia dan beberapa staff lain memang bertugas untuk menjemputku dan mahasiswa dari negara lain. Setelah itu kami bersama-sama menuju bus universitas yang diparkir di pintu keluar, dia membantuku mendorong troli koper sambil kami berbincang-bincang sedikit. Kemudian setelah sampai di depan bus, aku pun memasukkan koper dan barang-barangku, lalu naik ke dalam bus dan kutemukan beberapa mahasiswa negara lain yang telah duduk disana. Sambil menunggu bus berjalan, tiba-tiba perhatianku beralih ke sisi kanan karena mendengar suara kegaduhan di pintu keluar airport, suara hentakan kaki-kaki yang sedang berlari, nampak gerombolan remaja muda sambil membawa kamera digital mereka mengejar sosok yang tidak kukenal, aku berasumsi bahwa sosok yang dikejar itu adalah artis yang sayangnya aku tidak sempat melihat siapa, setelah sang artis memasuki mobilnya, para remaja itu pun membubarkan diri sambil meminta maaf kepada orang-orang disekitar mereka yang mungkin sempat mereka tabrak secara tidak sengaja demi mengejar sang idola.
Perjalanan dari Incheon menuju kota yang akan kutinggali memakan waktu sekitar 3 jam. Di Incheon aku melewati jembatan yang cukup panjang di atas perairan luas dimana terdapat beberapa kapal sedang mengapung dan kulihat semacam pertambangan di tengah perairan tersebut. Pemandangan akan gedung-gedung bertingkat dan kawasan industri selama berada di wilayah Incheon membuatku kagum, sambil sesekali kubaca nama-nama perusahaan yang tertampang besar di bangunan-bangunan bertingkat itu.
Sekitar pukul 16.39, aku tidak tahu saat ini berada di ketinggian berapa karena tiba-tiba saja bus ini telah membawaku ke daerah pegunungan meskipun beberapa jam sebelumnya tidak kurasakan bahwa jalanan yang dilewati cukup menanjak, tapi ini sangat indah. Hanya beberapa meter saja mungkin, kulihat dengan jelas dan dekat adanya kabut yang menyelimuti puncak pegunungan di depanku, pegunungan yang hijau dirimbuni pohon-pohon pinus. Jalan menuju kota tujuanku adalah dengan berkali-kali memasuki terowongan-terowongan yang berada di dalam pegunungan ini.
Kemudian di kanan jalan aku melihat papan penanda bahwa kota tujuanku tinggal 5km lagi diikuti dengan menurunnya jalan tersebut sehingga bisa kulihat dengan jelas pemandangan di depan. Sungguh luar biasa, pemandangan yang indah, keindahan pantainya beserta gedung-gedung bertingkat dan landscape kota yang menandakan adanya kehidupan masyarakat di kota itu. Sungguh tidak percaya, baru saja aku melewati pegunungan lalu dalam hitungan menit berikutnya disuguhi pemandangan pantai yang indah di kota ini.
Beberapa menit kemudian, bus telah membawaku masuk ke lingkungan universitas. Berhenti di depan gedung bertingkat 7 yang merupakan asrama sekaligus hotel, tibalah aku disini.
:)